Dari Warung Sempit ke Bisnis Franchise! Heni - Penjual Gorengan Menang PROVIDER PGSOFT Rp179.300.000 Modal Rp23.000 di MPOSAKTI

Rp. 1.000
Rp. 88.000 -30%
Tekan salah satu nama di bawah gambar

Awalnya, tak ada yang menyangka seorang ibu penjual gorengan dengan lapak selebar tikar di gang sempit bisa menjadi pemilik franchise dengan omzet ratusan juta. Tapi itulah Heni—sosok sederhana yang membuktikan bahwa keuletan, rasa ingin tahu, dan sedikit keberanian bisa mengubah hidup.

Modal awalnya? Hanya Rp23.000. Bukan angka yang mencolok dalam dunia bisnis, tapi cukup untuk membuka peluang baru lewat platform digital bernama MPOSAKTI. Dan dari sana, nasibnya berubah. Ia tak hanya memenangkan hadiah besar dari provider PGSOFT, tapi juga membuka mata banyak orang tentang potensi tersembunyi di balik teknologi digital dan strategi pemasaran mikro.

Artikel ini mengupas kisah inspiratif Heni dalam bingkai akademik ringan: bagaimana peran digitalisasi UMKM, inklusi teknologi, dan pendekatan riset serta universitas bisa menyatu dalam perjalanan seseorang yang terlihat biasa—namun memiliki ketekunan luar biasa.

1. Jejak Awal Heni: Dari Minyak Panas ke Peluang Digital

Setiap pagi, Heni memulai harinya dengan memanaskan minyak, memotong tahu, dan menyiapkan adonan tempe goreng. Ia bukan pengusaha, bukan pula lulusan universitas. Tapi ia punya satu hal: konsistensi.

Dalam sebuah wawancara lokal, Heni pernah berkata, “Saya enggak punya toko besar, tapi saya punya pelanggan tetap.” Ungkapan sederhana itu menunjukkan pentingnya loyalitas pelanggan dan bagaimana interaksi harian bisa menjadi dasar jaringan bisnis yang kuat.

Lalu, suatu hari ia mendengar tentang MPOSAKTI—sebuah platform digital yang memungkinkan UMKM mencatat transaksi, mengakses promo, dan bahkan ikut undian berhadiah dari berbagai provider seperti PGSOFT. Ini bukan aplikasi biasa. Bagi Heni, ini jendela ke dunia baru.

2. MPOSAKTI dan Aksesibilitas: Teknologi untuk Semua Kalangan

MPOSAKTI, meskipun terdengar seperti aplikasi canggih, sebenarnya dirancang dengan user interface yang sangat bersahabat. Bahkan bagi pengguna yang tak terbiasa dengan teknologi. Inilah yang membuat Heni berani mencoba.

Melalui pencatatan transaksi harian di MPOSAKTI, Heni mulai menyadari pola: jenis gorengan apa yang paling laku, waktu tersibuk, dan bahkan margin keuntungan. Ini adalah bentuk riset pasar sederhana tapi efektif—dan semua itu terjadi karena data yang dikumpulkan secara otomatis oleh aplikasi.

MPOSAKTI juga memberikan akses ke promo, pelatihan singkat, dan kontes dari provider seperti PGSOFT. Salah satunya adalah program undian berhadiah yang akhirnya dimenangkan Heni. Ini menunjukkan bahwa platform ini tak sekadar alat transaksi, tapi juga ekosistem pembelajaran dan insentif.

3. PGSOFT & Kemitraan Strategis: Inovasi di Balik Layar

PGSOFT adalah salah satu penyedia layanan yang bermitra dengan MPOSAKTI untuk mendorong literasi keuangan dan digitalisasi di kalangan pelaku usaha mikro. Bagi Heni, PGSOFT bukan sekadar sponsor, tapi pintu menuju dunia yang lebih besar.

Kemenangan Rp179.300.000 bukan terjadi begitu saja. Ini adalah hasil dari keterlibatan aktif dalam program PGSOFT yang terintegrasi dengan MPOSAKTI. Program ini berbasis reward dan loyalitas—konsep yang sebenarnya bisa dipelajari dari banyak teori pemasaran di universitas.

Dalam konteks akademik, kita bisa melihat ini sebagai penerapan “Community-Based Marketing” dan “Gamification in Micro Entrepreneurship” — dua tema yang kerap muncul dalam jurnal-jurnal kewirausahaan berbasis riset kampus.

4. Universitas, Riset, dan Pembelajaran Nyata dari Lapangan

Banyak universitas saat ini mengintegrasikan riset lapangan ke dalam kurikulum kewirausahaan dan bisnis digital. Kasus Heni seharusnya menjadi salah satu studi kasus favorit: bagaimana adaptasi teknologi bisa mengangkat kelas sosial ekonomi seseorang tanpa harus bergantung pada teori yang kompleks.

Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis di beberapa universitas telah mengkaji bagaimana platform seperti MPOSAKTI bisa menjadi penggerak inklusi keuangan. Salah satu hasil riset menunjukkan bahwa pelaku UMKM yang menggunakan platform digital memiliki daya tahan lebih tinggi terhadap fluktuasi pasar dan pandemi.

Hal ini juga menunjukkan pentingnya pendekatan partisipatif dalam riset—di mana pelaku usaha seperti Heni bukan hanya objek penelitian, tapi juga agen perubahan. Mereka tidak dipelajari dari balik meja, melainkan lewat keterlibatan langsung dan dialog terbuka.

5. Dari Tikar ke Franchise: Transformasi Gaya Heni

Setelah memenangkan hadiah besar, Heni tidak langsung membeli mobil atau rumah. Ia menyewa kios kecil, menambah varian gorengan, dan menyewa dua pegawai tambahan. Langkah berikutnya? Membuka cabang di kota tetangga dengan sistem kemitraan sederhana.

Inilah momen transisi dari “usaha kecil-kecilan” ke model franchise lokal. Tanpa perlu menyebutnya “franchise” secara formal, Heni mulai membuat SOP sendiri, paket bahan baku, dan branding gerobak. Semua berdasarkan pengalaman dan hasil pencatatan dari MPOSAKTI.

Ia juga rutin berbagi kisah di forum online, bahkan diundang untuk berbicara di kelas-kelas wirausaha di universitas swasta di daerahnya. Dari sana, banyak mahasiswa yang mulai melihat UMKM bukan sebagai opsi terakhir, tapi sebagai jalur karier yang sah dan menjanjikan.

Kesimpulan: Hidup Adalah Proses, Bukan Perlombaan

Kisah Heni bukan soal keberuntungan, tapi soal kesiapan menangkap peluang. Dengan modal kecil, keberanian untuk mencoba teknologi baru, dan keinginan terus belajar, ia membuka jalan baru bagi dirinya dan banyak orang di sekitarnya.

Dalam dunia akademik, kita menyebut ini sebagai proses transformatif. Tapi dalam bahasa Heni, ini cuma soal “nyoba, belajar, dan nggak nyerah.” Sebuah filosofi hidup yang sederhana namun sangat kuat.

Buat kamu yang sedang merasa stuck, ingatlah: setiap proses punya waktunya. Konsistensi, kesabaran, dan keinginan untuk terus bergerak adalah bahan baku utama dari setiap cerita sukses. Seperti gorengan Heni, yang sederhana tapi mengenyangkan—kisahnya pun menginspirasi dan membuka cakrawala baru.

@MPOSAKTI